Aksi Penolakan Pemain Sepak Bola di Ligue 1: karena tidak ingin memakai Jersey Nomor Pelangi

Lima pemain sepak bola dari Toulouse FC dan Nantes FC absen dalam pertandingan Ligue 1 setelah menolak memakai nomor pelangi sebagai simbol dukungan LGBT. Pemain yang tidak ikut adalah Zakaria Aboukhlal, Saïd Hamulić, Farès Chaïbi, dan Moussa Diarra dari Toulouse FC, serta Mostafa Mohamed dari Nantes FC.

Lima pemain sepak bola dari Toulouse FC dan Nantes FC mengundurkan diri dari pertandingan Ligue 1 antara kedua tim setelah menolak mengenakan nomor punggung berwarna pelangi yang mendukung LGBT. Pemain-pemain tersebut berasal dari negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, yaitu Maroko, Bosnia, Aljazair, Mali, dan Mesir.

Aksi ini menuai kontroversi di Prancis, negara yang dikenal sebagai salah satu yang paling maju dalam hal hak-hak LGBT di Eropa dan di dunia. Sejak tahun 1791, aktivitas seks sesama jenis dilegalkan di Prancis dan sejak tahun 2013 pernikahan sesama jenis juga diizinkan. Prancis juga menjadi negara pertama yang mencabut transeksualisme dari daftar penyakit kejiwaan pada tahun 2009.

Tim-tim sepak bola di Ligue 1 dan Ligue 2 mengenakan nomor punggung berwarna pelangi sebagai bentuk kampanye anti-diskriminasi terhadap komunitas LGBT. Kampanye ini didukung oleh Federasi Sepak Bola Prancis (FFF) dan Liga Sepak Bola Profesional Prancis (LFP). Namun, beberapa pemain menolak ikut serta dengan alasan agama dan budaya.

Pemain Toulouse FC Zakaria Aboukhlal mengatakan bahwa ia tidak setuju dengan kampanye tersebut karena bertentangan dengan keyakinannya. “Saya tidak mau mendukung sesuatu yang melanggar ajaran Islam saya. Saya tidak bermaksud menyinggung siapa pun, tapi saya punya hak untuk menolak,” katanya.

Pemain Nantes FC Mostafa Mohamed juga mengeluarkan pernyataan serupa. “Saya tidak mau terlibat dalam politik atau propaganda. Saya hanya ingin bermain sepak bola dengan profesional. Saya menghormati semua orang, tapi saya tidak mau dipaksa mendukung sesuatu yang bertentangan dengan nilai-nilai saya,” ujarnya.

Kedua klub belum memberikan sanksi atau komentar resmi terkait insiden ini. Sementara itu, beberapa pengamat sepak bola dan aktivis hak-hak LGBT mengkritik sikap para pemain yang menolak kampanye anti-diskriminasi tersebut. Mereka menilai bahwa para pemain telah melanggar kode etik sepak bola dan menunjukkan intoleransi terhadap komunitas LGBT.

Add comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *